Hibrida adalah produk persilangan antara dua tetua padi yang berbeda secara genetik. Apabila tetua-tetua diseleksi secara tepat maka hibrida turunannya akan memiliki vigor dan daya hasil yang lebih tinggi daripada kedua tetua tersebut.
Keunggulan padi hibrida adalah:
Kekurangan padi hibrida adalah:
Untuk memproduksi hibrida, perlu ada:
Catatan: Meskipun pada awalnya terdapat banyak kekhawatiran, kini tersedia hibrida dengan kualitas gabah yang baik dan ketahanan yang lebih baik terhadap hama dan penyakit.
Berdasarkan umur, secara umum tanaman padi dikategorikan dalam umur genjah (sekitar 110 hari) dan (lebih dari 120 hari). Padi varietas lokal pada umumnya berumur dalam, sedangkan padi varietas unggul berumur genjah. Secara lebih rinci, umur tanaman padi tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Pengairan berselang (intermittent irrigation) adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian. Kondisi seperti ini ditujukan antara lain untuk :
Alternatif komponen teknologi yang dapat diintroduksikan dalam pengembangan model PTT terdiri atas:
Berdasarkan sifatnya, komponen-komponen teknologi ini dipilah menjadi dua bagian: Pertama, teknologi untuk pemecahan masalah setempat atau spesifik lokasi. Kedua, teknologi untuk perbaikan cara budi daya yang lebih efisien dan efektif. Dalam pelaksanaannya tidak semua komponen teknologi diterapkan sekaligus, terutama di lokasi yang memiliki masalah spesifik. Namun ada enam komponen teknologi yang dapat diterapkan bersamaan (compulsory) sebagai penciri model PTT, yaitu:
(1) varietas unggul baru yang sesuai lokasi
(2) benih bermutu (bersertifikat dan vigor tinggi)
(3) bibit muda (<21 HSS) apabila kondisi lingkungan memungkinkan
(4) jumlah bibit 1-3 per lubang dan sistem tanam (populasi)
(5) pemupukan N berdasarkan bagan warna daun (BWD)
(6) pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah (PUTS) serta pemecahan masalah kesuburan tanah apabila terjadi dan penggunaan bahan organik
Jika diterapkan secara bersamaan, sumbangan keenam komponen teknologi ini terhadap peningkatan produktivitas padi dan efisiensi produksi besar.
1)Pemaikaian pupuk N yang kurang dari kebutuhan tanaman akan memberikan hasil panen padi yang rendah (tidak optimal), sebaliknya pemberian pupuk N berlebihan menyebabkan tanaman rentan terhadap infeksi penyakit dan mudah rebah, 2)BWD membantu mengetahui apakah tanaman perlu segera diberi pupuk N atau tidak dan berapa takaran N yang perlu diberikan, 3)Penggunaan BWD dapat menghemat biaya pemakaian pupuk N sebanyak 15-20% dari takaran yang umum digunakan petani tanpa menurunkan hasil.
BWD berbentuk persegi panjang (6x13 cm) dengan 4 kotak skala warna, mulai dari hijau muda (skala 2) hingga hijau tua (skala 5). Alat ini digunakan untuk menentukan kebutuhan hara N tanaman padi. Cara penggunaannya adalah dengan membandingkan warna daun padi dengan warna pada panel, dan pada skala berapa (2, 3, 4, 5) warna daun padi tersebut paling sesuai dengan warna pada panel.
Bahan Organik dalam bentuk yang telah dikomposkan ataupun segar bermanfaat untuk (1)Meningkatkan kadar bahan organik tanah; (2)Memperbaiki kesuburan fisik, kimia, dan biologi tanah; (3)Meningkatkan keragaman, populasi dan aktivitas mikroba dan memudahkan penyediaan hara dalam tanah; (4)Menyediakan hara makro dan mikro.
Tanaman memerlukan 16 unsur hara yaitu: C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Bo, Mo, Cl, Fe, dan Mn. Hara N, P, K, C, H, O, Ca, Mg, dan S disebut hara makro, karena untuk pertumbuhan tanaman dibutuhkan dalam jumlah banyak. Unsur lainnya disebut hara mikro, karena dibutuhkan tanaman dalam jumlah sedikit.
Pembuatan kompos kotoran ternak diantaranya sebagai berikut: (1)Kotoran ternak (yang tercampur dengan alas kandang) dikumpulkan melalui sistem penampungan dari kandang, kemudian dipindahkan ke tempat pembuatan pupuk organik; (2)Tempat pemrosesan pembuatan pupuk organik harus dijaga agar tidak mendapatkan panas langsung dari sinar matahari dan juga harus terlindung dari air hujan; (3)Kotoran ternak dicampur dengan probiotik (probion) sebagai pemacu degradasi komponen serat. Selain probion, dekomposer lain dapat pula digunakan seperti pada pengomposan jerami; (4)Perbandingan bahan yang digunakan untuk setiap ton bahan pupuk adalah 2,5 kg probion, 2,5 kg urea, dan 2,5 kg TSP. Bahan pupuk ditumpuk pada tempat yang telah disiapkan sampai ketinggian 1 meter; (5)Suhu kompos diperiksa secara berkala (seminggu sekali) dan pertahankan pada kisaran 40-50(derajat)C. Jika suhu tinggi, lakukan pembalikan/pengadukan. Lama pengomposan kurang lebih 3 minggu; (6)Selama proses pengomposan terjadi peningkatan suhu sampai mencapai 70(derajat)C, kemudian suhu menurun dan akhirnya mencapai titik konstan, yang menunjukan akhir dari proses dekomposisi.
© 2008-2019. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi